Memahami Urgensi Etika Birokrasi Sebagai Upaya Mewujudkan Kesehatan Organisasi
Oleh : Dr. Suharjono
Organisasi sebagai wadah berkumpulnya para anggota organisasi yang tentu akan terjadi interaksi sosial didalamnya. Interaksi sosial tersebut dapat bersifat kontak langsung antar anggota atau tidak langsung, yang dalam masa kini kontak tidak langsung dapat terlaksana melalui telepon, whaatsaap, email, media sosial dan lain-lain.
Interaksi sosial anggota dalam organisasi pada hakikatnya adalah proses dalam kehidupan organisasi sebagai wujud upaya menghidupkan organisasi guna menyehatkan kehidupan organisasi, karena dengan tanpa adanya aktivitas dalam kehidupan organisasi akan dapat menjadi penanda awal suatu organisasi tidak eksis, sebaliknya suatu organisasi dengan aktivitas tinggi akan menunjukkan organisasi tersebut adalah eksis dan sehat.
Berbagai tipe aktivitas organisasi akan dapat terkait dengan jenis organisasinya. Pada organisasi swasta akan berbeda dengan aktivitas organisasi pemerintah, demikian juga aktivitas organisasi agama akan berbeda organisasi bisnis, aktivitas organisasi sosial berbeda dengan organisasi politik dan lain-lain. Namun selain karena faktor jenis organisasi juga bisa aktivitas organisasi ditentukan oleh tingkat kehidupan masyarakat atau peradaban kehidupan budaya seperti pada aktivitas kehidupan masyarakat tradisionil berbeda dengan masyarakat maju atau modern.
Masing-masing organisasi dalam menyehatkan kehidupan organisasi memerlukan instrumen nilai yang penting sebagai alat aturnya yakni instrumen regulasi dan etika organisasi. Kedua instrumen nilai tersebut sebagai sistem dalam organisasi harus berjalan dan terlaksana secara baik, sinergis, saling mendukung dan menunjang.
Suatu organisasi aktivitasnya tidak dapat hanya bertumpu pada salah satu instrumen nilai tersebut, melainkan harus berjalan beriringan, misalnya hanya semata-mata memperhatikan masalah regulasi dengan tanpa memperhatikan etika organisasi atau sebaliknya. Sehat atau tidaknya suatu organisasi
selain ditentukan oleh sistem nilai yang ada berupa instrumen regulasi dan etika organisasi, juga ditentukan oleh faktor kualitas sumber daya manusia dan faktor-faktor lain yang menunjang. SDM dalam organisasi sebagai aktor pelaksana terhadap instrumen dan sistem nilai organisasi. Sehingga kepatuhan dan kedisiplinan SDM terhadap instrumen, sistem dan nilai organisasi sebagai hal yang bersifat esensial.
Dalam organisasi pemerintah khususnya, terkait dengan birokrasi pemerintahan, instrumen regulasi dan etika birokrasi telah diatur secara ketat dan rigid, hal ini berbeda dengan organisasi diluar organisasi pemerintah.
Oleh karena kondisi organisasi pemerintah demikian maka setiap SDM birokrasi pemerintah harus melakukan tata kelola birokrasi pemerintahan secara baik guna penyehatan kehidupan organisasi birokrasi pemerintah dalam melaksanakan instrumen regulasi dan sistem nilai etika birokrasi.
Sebagai pertanyaan yang mendasar, apakah dengan pengaturan instrumen regulasi dan etika birokrasi yang bersifat lengkap dan rigid sebagai nilai yang bersifat idealitas sebagai das sollen suatu organisasi khususnya organisasi birokrasi pemerintah dengan sendirinya akan dapat terlaksana dalam das seinnya ?
Tentu pertanyaan tersebut pada tataran realitasnya tidak begitu saja muda untuk dapat dijawab karena secara realitas tidak dapat dipungkiri masih terdapat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dari pengaturan yang bersifat idealitas.
Dalam sistem tata kelola birokrasi pemerintahan dengan pengaturan instrumen regulasi yang bersifat tertulis saja masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran, padahal regulasi tersebut oleh SDM birokrasi pemerintahan diketahui sebagai sesuatu yang pada hakikatnya harus dipatuhi, terlebih terhadap instrumen etika birokrasi sebagai sistem nilai yang tidak tertulis, terhadap hal ini tentu lebih mudah untuk diduga bagaimana kondisi dalam realitasnya.
Guna mewujudkan organisasi birokrasi pemerintah yang sehat, efektif dan efisien, tata kelola birokrasi pemerintah dengan pengaturan instrumen regulasi saja apakah sudah cukup ?
Terhadap pertanyaan demikian kiranya dapat diberikan jawaban bahwa atas suatu organisasi termasuk organisasi birokrasi pemerintah secara realitas terdiri dari kumpulan orang-orang yang dalam aktivitasnya sedemikian rupa berinteraksi sosial sesama anggota untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam melakukan aktivitas organisasi, SDM pelaksana aktivitas organisasi memerlukan pergerakan yang dinamis dan fleksibel, pada aktivitasnya demikian SDM pelaksana organisasi tidak dapat cukup hanya diatur dengan instrumen regulasi atau sepenuhnya diatur dengan suatu regulasi, apalagi regulasi bersifat tidak pernah akan bisa lengkap sepenuhnya, bersifat kaku, statis, tidak dinamis.
Dalam kondisi realitas demikian, diperlukan tata kelola organisasi birokrasi agar sehat, efektif dan efisien sehingga diperlukan suatu sistem nilai sebagai instrumen penting sehatnya suatu organisasi berupa instrumen nilai etika birokrasi pemerintahan.
Etika birokrasi pemerintahan pada hakikatnya sebagai sistem nilai dalam bersikap, berbicara, berperilaku atas dasar sopan santun atau moralitas sesuai adat istiadat, budaya, agama, etika sosial, nilai-nilai kearifan lokal, nasional dan internasional dalam kehidupan organisasi birokrasi pemerintahan.
Dengan hakikat pengertian tersebut menjadikan etika birokrasi pemerintah sebagai tatanan nilai diluar regulasi tertulis, yang juga bersifat esensial berlakunya selain regulasi tertulis dalam upaya mewujudkan kesehatan organisasi birokrasi pemerintah.
Nilai-nilai etika birokrasi organisasi pemerintah dapat berasal dan tumbuh dalam tatanan birokrasi organisasi itu sendiri, tetapi juga bisa berasal dari nilai-nilai etika diluar birokrasi kemudian dijadikan pedoman dalam tata nilai etika birokrasi organisasi.
Beberapa tata nilai filosofis etika birokrasi organisasi berasal dari kearifan lokal sebagai berikut.
1. Peumulia jamee.
2. Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah
3. Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
4. Mikul duwur mendem jero.
5. Rawe-rawe rantas malang-malang putung.
Dari berbagai daerah terdapat etika filisofis kearifan lokal yang dapat diberlakukan sebagai tata nilai etika birokrasi yang dapat mempengaruhi kesehatan, efektivitas dan efisiensi suatu birokrasi organisasi.
Dengan nilai filosofis peumulia jamee, maka terdapat tata nilai filosofis dalam birokrasi yang memuliakan tamu sebagai nilai budaya Aceh yang dapat berlaku pada etika birokrasi, karena dengan nilai filosofis tersebut pada setiap SDM birokrasi wajib menghormati atau memuliakan orang lain.
Dengan nilai filosofis kearifan lokal Minangkabau, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, menjadikan etika birokrasi berdasarkan syariat dalam Al Quran. Nilai filosofis ini dapat diberlakukan pada nilai etika birokrasi yang sekaligus dimaknakan sebagai pelaksanaan ibadah.
Pada nilai filosofis ing ngarso sung tulodo, ing mangun karso, tut wuri handayani, bisa diaplikasikan pada nilai etika birokrasi, bahwa seorang pemimpin di depan harus menjadi teladan,panutan, role model, di tengah harus dapat membangun kinerja atau kehendak, dan di belakang pemimpin harus mampu memberikan dorongan, motivasi kinerja organisasi yang sehat dan baik.
Terhadap nilai filofis kearifan lokal mikul duwur mendem jero, terdapat nilai filosofis yang dapat dijadikan nilai etika birokrasi penting, pada prinsipnya SDM pelaksana etika birokrasi harus dapat mengangkat tinggi pemimpin atau atasan dan dapat menutup atau mengubur yang dalam, atas perilaku pemimpin atau atasan yang kurang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan atau nilai-nilai dalam etika kehidupan.
Pada nilai filosofis rawe-rawe rantas malang-malang putung, dalam implementasi nilai etika birokrasi nilai filosofis tersebut bermaknakan, SDM birokrasi wajib bekerja dengan etos kerja atau semangat kerja yang tinggi atau kuat, terhadap segala rintangan atau halangan kerja dalam upaya menggapai tujuan organisasi harus dihilangkan.
Nilai-nilai kearifan lokal tersebut, dapat menjadi pedoman dalam membangun etika birokrasi pada masing- masing internal organisasi.
Suatu pembangunan etika birokrasi dan implementasinya dalam tataran realitas bersifat penting untuk menyehatkan kehidupan organisasi selain instrumen regulasi dan sistem-sistem nilai lainnya.
Pentingnya etika birokrasi dalam suatu organisasi akan menjadi nilai esensial yang akan mencitrakan nilai diri organisasi dan sekaligus nilai diri SDM anggota organisasi dalam upaya mewujudkan kesehatan organisasi.
Dalam tataran implementatif, suatu etika birokrasi jika tidak berjalan atau terlaksana dengan baik, akan dapat mengakibatkan kehidupan tata kelola manajemen organisasi menjadi tidak nyaman, tidak sejuk, tidak harmonis, kacau, antar SDM saling curiga, tidak bisa terlaksana kerjasama yang baik, tidak saling menghormati dan menghargai, sehingga terjadi gap atau jarak antara das sollen sebagai norma idealitas dengan das sein sebagai realitas yang terjadi, yang dapat berakibat sulit tercapai kesehatan organisasi bahkan pelanggaran nilai etika birokrasi bisa lebih fatal jika dibandingkan pelanggaran regulasi dalam birokrasi organisasi, dalam upaya mewujudkan kesehatan organisasi dan tujuan organisasi.