RAGAM PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh : Dr. H. Taqwaddin, S.H., S.E., M.S.
Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh
Mengacu pada Pasal 241 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dapat disimpulkan bahwa ada tiga jenis putusan yang dihasilkan oleh Musyawarah Majelis Hakim Tingkat Banding untuk perkara Tindak Pidana Korupsi pada pada Pengadilan Tinggi, yaitu:
- Menguatkan
- Mengubah, dan
- Membatalkan.
Secara lengkapnya ketentuan Pasal 241 ayat (1) KUHAP tersebut menyatakan, “setelah semua hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan, menguatkan atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri”.
I. Putusan Menguatkan
Pengalaman saya dalam dua tahun sebagai Hakim Tinggi Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi bahwa ragam putusan menguatkan menduduki porsi yang sama banyaknya dibandingkan dengan ragam putusan yang mengubah dan membatalkan. Menurut data dari Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tinggi Banda Aceh, selama Januari sampai dengan Oktober 2024 jumlah putusan menguatkan sebanyak 15 perkara. Sementara itu, putusan mengubah juga sebanyak 15 perkara, sedangkan putusan membatalkan sebanyak 14 perkara.
Dimaksudkan dengan putusan menguatkan oleh Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi adalah putusan pengadilan tinggi yang menerima seluruh pertimbangan dan amar putusan pengadilan tindak pidana korupsi di tingkat pengadilan negeri.
Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, adapun Majelis Hakim Tingkat Banding yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi terdiri atas Hakim Tinggi Karir dan Hakim Ad Hoc, yang jumlahnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang hakim. Lazimnya, penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi dilakukan oleh 3 (tiga) orang hakim, yang komposisinya adalah 2 (dua) banding 1 (satu), yang pengalaman kami yaitu satu orang hakim karir sebagai Ketua Mejelis dan 2 (dua) orang hakim ad hoc sebagai hakim anggota.
Setelah Majelis Hakim Tingkat Banding yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tinggi mempelajari dakwaan lengkap dari penuntut umum terhadap terdakwa yang memuat fakta-fakta hukum berupa kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa serta ketentuan-ketentuan yang dilanggar. Lalu mencermati berita acara keterangan saksi-saksi, termasuk saksi-saksi yang meringankan, dan juga membaca keterangan ahli-ahli serta membaca tuntutan penuntut umum.
Kemudian para Majelis Hakim Tingkat Banding juga menelaah pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama serta amar putusan mereka. Selanjutnya, setiap anggota Majelis Hakim Tinggi juga memeriksa atau mencermati memori dan kontra memori baik yang diajukan oleh pembanding ataupun terbanding, baik penuntut umum ataupun penasehat hukum terdakwa.
Hasil dari pemeriksaan majelis hakim tingkat banding terhadap dakwaan, tuntutan, pertimbangan dan amar putusan, serta memori banding dan kontra memori banding, lazimnya masing-masing Hakim Tinggi membuatkan catatan untuk musyawarah majelis hakim tingkat banding atau Hakim Tinggi yang mengadili perkara tersebut.
Dalam catatan anggota majelis hakim tinggi tersebut, hal yang paling penting dituliskan adalah analisis dan pertimbangan-pertimbangan anggota majelis serta kesimpulannya yang menguatkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri.
Catatan masing-masing anggota majelis hakim tinggi, lalu dimusyawarahkan pada hari yang telah ditentukan oleh Ketua Majelis Hakim Tinggi sebagaimana telah pula diinput dalam aplikasi SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dalam musyawarah majelis hakim tinggi yang dipimpin oleh ketua majelis hakim, maka masing-masing anggota majelis menyampaikan hasil analisis, pertimbangan dan pendapat terhadap perkara yang diperiksanya.
Hasil musyawarah tersebut bisa berupa sepakat semua anggota majelis hakim untuk menguatkan putusan pengadilan negeri, tetapi bisa pula ada anggota majelis atau bahkan ketua majelis hakim yang berbeda pendapat. Dalam hal adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) maka putusan yang diambil adalah berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan anggota majelis hakim yang berbeda pendapat tersebut menyampaikan pertimbangan-pertimbangannya, yang pertimbangan itu juga dimasukkan dalam putusan pengadilan tinggi.
Perlu saya jelaskan bahwa dalam proses peradilan di pengadilan tinggi, para hakim tinggi tidak memeriksa para pihak, baik terdakwa, para saksi, ahli, penuntut umum, maupun penasehat hukum, tetapi hanya mengadili dengan cara mencermati semua dokumen tertulis hasil dari persidangan yang dilakukan oleh pengadilan negeri.
Terhadap putusan menguatkan maka dalam putusan pengadilan tinggi lazim dituliskan dengan kalimat :
Menimbang bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh telah mempertimbangkan dengan seksama semua unsur dakwaan dari Penuntut Umum, baik Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair dalam perkara aquo;
Menimbang bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh telah pula mempertimbangakan dan membuktikan segala pendapat hukum dalam uraian pembelaan oleh Penasihat Hukum Terdakwa ;
Menimbang bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya telah berdasarkan alasan yang benar dan tepat, karena itu dijadikan sebagai pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam memutuskan perkara ini ditingkat banding;
Menimbang bahwa substansi memori banding yang diajukan oleh Penuntut Umum hampir sama bahkan merupakan satu kesatuan dengan surat dakwaan, yang sebetulnya juga sudah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama; Begitu pula dengan memori banding yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa yang berupa pembelaan, yang juga telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor xx/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal xx Juni 2024 dapat dipertahankan dan dikuatkan.
Sebelum dicantumkan amar putusan, perlu pula dicantumkan dasar hukum yang dijadikan dasar pemidanaan dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut. Misalnya, Mengingat, Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jontho Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana jontho Pasal 65 KUHPidana jontho Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Sedangkan dalam amar putusan menguatkan lazim dituliskan sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa (TULIS NAMA TERDAKWA DENGAN HURUF BESAR) tersebut;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor xx/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal xx Juni 2024, yang dimintakan banding tersebut;
- Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
- Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan;
- Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sejumlah Rp.5.000 ,- (lima ribu rupiah).
Makna dari putuan menguatkan di atas adalah pertimbangan-pertimbangan dan amar putusan dari pengadilan negeri disepakati dan disetujui oleh majelis hakim tingkat banding pada pengadilan tinggi, yang selanjutnya menjadi putusan pengadilan tinggi.
II. Putusan Mengubah
Dimaksudkan dengan putusan mengubah adalah majelis hakim tinggi setelah memeriksa berbagai dokumen dalam akta permintaan banding yang diajukan oleh pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri, dan melakukan analisis serta pertimbangan-pertimbangan, sehingga berkesimpulan bahwa putusan pengadilan negeri harus diubah, baik yang diubah kualifikasi tindak pidana, lamanya pidana yang dijatuhkan, tentang barang bukti dan lain-lain.
Kesepakatan putusan mengubah harus diambil dengan suara terbanyak dari para anggota majelis hakim yang berjumlah 3 (tiga) orang. Artinya, jika dua orang anggota majelis hakim tinggi sudah sepakat, maka putusannya sebagaimana disepakati oleh dua orang hakim tersebut. Sedangkan anggota hakim yang tidak sepakat atau berbeda pendapat, maka yang bersangkutan pun harus menuliskan pertimbangan-pertimbangannya terhadap kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa, sehingga putusan pengadilan negeri tidak harus diubah.
Misalnya dalam analisis Perkara No xx/PIDSUS/TIPIKOR/2024/PT BNA oleh Anggota Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh, bahwa Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan:
- Menyatakan terdakwa xxxxxxxxxx terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan Primair Penuntut umum.
- Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa xxxxxxxxx dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi dengan masa tahanan yang telah di jalani terdakwa dengan perintah tetap di tahan, dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
- Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti Menurut perhitungan Jaksa Penyidik pada Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau kerugian keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya dengan perhitungan dari uang jasa perawatan alat-alat pertanian yang digunakan untuk kepentingan pribadi atau orang lain senilai Rp1.046.160.000,00 (satu milyar empat puluh enam juta seratus enam puluh ribu rupiah) ditambah dengan akibat kerusakan alsintan sebesar Rp2.121.382.487,00 (dua milyar seratus dua puluh satu juta tiga ratus delapan puluh dua ribu empat ratus delapan puluh tujuh rupiah) ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak disetor sebesar Berdasarkan Hasil Audi Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Aceh (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-3321/PW01/5/2023, tanggal 27 Desember 2023, sebesar Rp. 314.050.000,- (tiga ratus empat belas juta lima puluh ribu rupiah) sehingga total keseluruhan kerugian keuangan negara atau kerugian keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya dari tahun 2018, 2019 dan 2020 sebesar Rp.3.481.592.487,00 (tiga milyar empat Ratus Delapan Puluh Satu Juta Lima ratus sembilan puluh dua ribu empat ratus delapan puluh tujuh rupiah), dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.
Sementara terhadap tuntutan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam Perkara Nomor xx/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bna memutuskan dengan amarnya sebagai berikut:
- Menyatakan Terdakwa ANONIM Bin SINONIM tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Primair;
- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sejumlah Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
- Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp. 1.432.610,000--,- (Satu milyar empat ratus tiga puluh dua juta enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Penuntut Umum untuk menutup uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
- Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
- Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
Terhadap putusan di atas, majelis hakim tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh setelah bermusyawarah sepakat bulat untuk mengubah putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam perkara tersebut dengan menyatakan sebagai berikut;
Menimbang bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membaca, mempelajari dengan teliti dan seksama, berkas perkara beserta salinan resmi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor xx/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bna, Tanggal xx Maret 2024, dan telah memerhatikan memori banding yang diajukan oleh Penuntut Umum dan Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya serta kontra memori banding yang diajukan oleh Terdakwa/Penasihat Hukum, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya berdasarkan alasan yang tepat dan benar, karena itu dijadikan sebagai pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam memutus perkara ini ditingkat banding;
Menimbang, bahwa menyangkut mengenai pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa, Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 69/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bna tanggal 28 Maret 2024 tersebut. Majelis Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan besarnya kerugian Negara dan besarnya peran Terdakwa dalam perkara aquo, sehingga pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sebagaimana yang terdapat dalam amar putusan, yang dalam hal ini Majelis Hakim Tingkat Banding sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan lampirannya, perbuatan Terdakwa yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.432.610.000,-- (Satu milyar empat ratus tiga puluh dua juta ribu enam ratus sepuluh ribu rupiah) tersebut termasuk dalam kategori sedang dan menimbulkan dampak yang sedang, serta hingga perkara aquo diperiksa dan diputus, tidak ada upaya dari Terdakwa untuk melakukan pengembalian kerugian negara, sehingga pembebanan pidana yang dijatuhkan dalam putusan akhir menurut Majelis Hakim telah memenuhi rasa keadilan.
Menimbang, bahwa terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana menurut pendapat Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding cukup alasan untuk memerintahkan Terdakwa tetap ditahan dalam tahanan dalam rumah tahanan Negara sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUHAP.
Menimbang, bahwa lamanya Terdakwa berada dalam tahanan patutlah dikurangkan seluruhnya terhadap pidana yang dijatuhkan.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana maka kepadanya harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding.
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam memori banding dan Kontra memori banding dianggap telah dipertimbangkan.
Mengingat ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh mengadili dan memutuskan dalam amarnya, sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Penasihat Hukum Terdakwa xxxxxxxxxxxxx dan Penuntut Umum tersebut;
- Mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor xx/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bna, Tanggal xx Maret 2024, yang dimintakan banding tersebut;
- Menyatakan Terdakwa ANONIM Bin SINONIM tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Primair;
- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sejumlah Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan;
- Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp. 1.432.610,000--,- (Satu milyar empat ratus tiga puluh dua juta enam ratus sepuluh ribu rupiah) paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Penuntut Umum untuk menutup uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
- Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
- Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
- Menetapkan barang bukti berupa:
Mengacu pada amar putusan di atas, dapat dipahami bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi mengubah lamanya jangka waktu pidana bagi terdakwa dari Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh selama 4 (empat) tahun menjadi 5 (lima) tahun. Artinya, disatu sisi, majelis hakim tinggi sependapat dengan lamanya pidana sebagaimana dalam tuntutan Jaksa penuntut Umum. Tetapi disisi lain, majelis hakim tinggi tidak sependapat dengan penuntut umum terkait besarnya uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa. Dalam hal pembebanan uang pengganti, majelis hakim tinggi sependapat dengan pertimbangan dan putusan majelis hakim pengadilan negeri. Maka oleh karena itu, Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di atas diubah oleh Pengadilan Tinggi sebagaimana dapat dibaca dalam Putusan Perkara Nomor19/PID.SUS/TIPIKOR/2024/PT BNA tanggal 4 Juni 2024.
Berdasarkan pengalaman penulis, dalam prakteknya ada beberapa varian putusan mengubah oleh Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi, yaitu :
- Perubahan atau perbaikan pemidanaan. Misalnya dari hukuman pidana selama 4 (empat) tahun menjadi 5 (lima) tahun. Atau dari kewajiban membayar denda dari Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) menjadi sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Begitu pula dengan pidana kewajiban uang pengganti. Misalnya dari Rp.1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) menjadi Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah);
- Perubahan mengenai kualifikasi tindak pidana. Misalnya dari tindak pidana korupsi berupa tindakan suap menjadi tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara;
- Perubahan mengenai barang bukti. Misalnya pada putusan pengadilan negeri yang lupa menuliskan mengenai pengembalian barang bukti ditujukan kepada siapa, atau lupa memerintahkan bahwa barang-barang bukti tertentu untuk dilakukan perusakan, atau dilakukan perampasan untuk negara. Hal seperti ini bisa saja terjadi yang dapat menimbulkan tercederainya perasaan keadilan masyarakat, sehingga hadirnya putusan pengadilan tinggi yang mengkoreksi hal ini akan mewujudkan keadilan ditengah-tengah masyarakat.
III. Putusan Membatalkan
Bentuk ketiga dari putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat banding adalah membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri.
Putusan menguatkan maknanya bahwa majelis hakim banding pada pengadilan tinggi setuju dengan pertimbangan dan amar putusan pengadilan negeri. Sementara itu, putusan mengubah artinya majelis hakim pada pengadilan tinggi setuju dengan pertimbangan majelis hakim pada pengadilan negeri kecuali dalam hal-hal tertentu dalam amar putusannya, misalnya; lamanya pidana, besarnya denda, atau jumlah kewajiban uang pengganti, atau mengenai barang bukti. Sedangkan putusan membatalkan, maka maksudnya majelis hakim tingkat banding pada pengadilan tinggi tidak sependapat dengan pertimbangan dan amar putusan dari majelis hakim pada pengadilan negeri.
Dalam hal majelis hakim tingkat banding pada pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri, maka pengadilan tinggi membuat pertimbangan-pertimbangan sendiri dan mengadakan putusan sendiri.
Pengalaman penulis selama tiga tahun ini sebagai Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh, ditemukan beberapa alasan majelis hakim tingkat banding pengadilan tindak pidana korupsi membatalkan putusan pengadilan negeri, yaitu karena:
- Kesalahan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sehingga, putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan tinggi terhadap terdakwa adalah putusan bebas. Contoh yang dapat disajikan tidak terbuktinya dakwaan sebagaimana di bawah ini:
- , bahwa setelah Majelis Hakim tingkat banding membaca dan mempelajari dengan teliti dan saksama berkas perkara aquo, yang terdiri dari Berita Acara Persidangan, salinan resmi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, tanggal 3 Februari 2022, Nomor 50/Pid.Sus-TPK/2021/PN Bna, Surat-Surat Bukti serta barang bukti yang diajukan di persidangan, Memori Banding dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa II. SAIFUL AMRI BIN CUT SINAGA selaku Pembanding dan Kontra Memori Banding dari Penuntut Umum, dengan memperhatikan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama dan selanjutnya Majelis Hakim Tingkat Banding akan mengadili sendiri dengan pertimbangan sebagai berikut;
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka amar putusan pengadilan tinggiantaranya dalam Putusan Perkara Nomor 3/PID.SUS/TIPIKOR/2022/PT BNA adalah sebagai berikut:
- Menyatakan Terdakwa II. SAIFUL AMRI BIN CUT SINAGA tersebut di atas Tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan Primair maupun dakwaan Subsidair Penuntut Umum.
- Membebaskan Terdakwa II. SAIFUL AMRI BIN CUT SINAGA tersebut di atas oleh karena itu dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum.
- Memerintahkan supaya Terdakwa II. SAIFUL AMRI BIN CUT SINAGA segera dibebaskan dari Tahanan.
- Memulihkan Hak Terdakwa dalam Kemampuan, Kedudukan dan Harkat serta Martabat Terdakwa.
- Alasan kesalahan yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana, maka putusan yang mesti dijatuhkan oleh pengadilan tinggi adalah menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum. Contoh yang dapat disajikan terhadap perkara yang diputus lepas oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh adalah sebagaimana tertera dalam Putusan Perkara Nomor 27/PID.SUS/TIPIKOR/2024/PT BNA, yang dalam pertimbangannya Majelis Hakim Tingkat Banding mengemukakan:
Menimbang bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membaca, mempelajari dengan teliti dan seksama, berkas perkara beserta salinan resmi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 21 Mei 2024, dan telah memerhatikan Memori Banding yang diajukan oleh Penuntut Umum dan Memori Banding yang diajukan oleh Penasihat Hukum, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Menimbang bahwa sudah ada kesepakatan antara Terdakwa dengan Direktur RSUD dr Yuliddin, apalagi rencana kerja sudah dipresentasikan dan telah diterima oleh kedua belah pihak yang dibubuhkan tandatangan dalam suatu dokumen Kerjasama, maka perbuatan itu bukan merupakan tidak melawan hukum, sepanjang telah terpenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetbook);
Menimbang bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa dalam perkara ini tunduk pada hukum perjanjian, maka yang berlaku terhadap mereka adalah asas pacta sun servanda, yaitu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat para pihak untuk mematuhi sebagaimana mengikatnya mereka pada peraturan perundangan;
Menimbang berdasarkan hasil pemeriksaan setempat oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama bahwa SIMRS RSUDYA telah berfungsi optimal dalam mempercepat dan mempermudah pekerjaan pelayanan kepada pasien, yang bahkan telah memberi dampak positif bagi RSUDYA tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Dahlia Elvira, Firda Reni Rais, Suriati, Shinta Mayasari, Sri Eka Novriza, Nelly Puspita, dr. Muhammad Iqbal Rahim, dan dr. Ayu Darwati dan Ns. Oshin, S. Kep, yang semua mereka menerangkan bahwa sangat banyak perubahan positif pelayanan RSUDYA kepada warga masyarakat, dan setelah diterapkan SIMRS pekerjaan paramedis menjadi lebih mudah dan lebih cepat;
Menimbang bahwa baik dalam dakwaan maupun dalam persidangan tidak terungkap adanya niat jahat dari Terdakwa untuk melakukan kejahatan, dimana menurut asas actus non facit reum nisi mens sit rea, yang berarti sesuatu perbuatan tidak dapat membuat orang menjadi bersalah kecuali bila dilakukan dengan niat jahat;
Menimbang berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 21 Mei 2024 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Pengadilan Tinggi mengadili sendir.
Menimbang oleh karena Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan Terdakwa berada dalam tahanan maka diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan setelah putusan diucapkan.
Adapun amar putusan terhadap perkara ini adalah:
- Menyatakan terdakwa RUDI YANTO Bin RAMLI tersebut di atas , tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair;
- Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum;
- Memerintahkan Terdakwa dilepaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan;
- Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabanya;