img_head
ARTIKEL

MENGENALI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Mar09

Konten : artikel hukum
Telah dibaca : 5.883 Kali

MENGENALI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh : Dr. H. Taqwaddin, S.H., S.E., M.S.

Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi di Banda Aceh

 

 

Selama ini kalau berbicara perihal upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor), kesannya hanya bertumpu pada kinerja Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sadar atau tidak, framing media telah membentuk opini publik memahaminya demikian. Padahal, ada satu lembaga lagi yang justru menentukan melalui vonis yang diterbitkannya. Yaitu menghukum atau tidaknya seseorang yang didakwakan melakukan perbuatan kejahatan korupsi. Lembaga ini adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau dikenal dengan Pengadilan Tipikor.

 

Mengapa Pengadilan Tipikor kurang mendapat perhatian publik. Bahkan kesannya seperti kurang seksi dalam pemberitaan media. Apakah paradigma bad news is a good news menjadi trigger yang menggerakkan para awak media untuk menulis berita ? Entahlah. Namun untuk memperkuat wawasan dan pengetahuan publik, pada catatan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal terkait Pengadilan Tipikor.

 

Tindak pidana korupsi senyatanya telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Karenanya, upaya pencegahan dan pemberantasan perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan melalui peningkatan kapasitas kelembagaan, sumber daya manusia, serta pengembangan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat antikorupsi.

 

Keberadaan Pengadilan Tipikor diatur dengan undang-undangnya tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pengadilan Tipikor merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan satu-satunya pengadilan yang memiliki kewenangan mengadili perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh penuntut umum. Dengan ketentuan ini, dapat dipahami bahwa semua kasus korupsi yang mulanya ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan, atau bahkan KPK pada akhirnya harus bermuara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor).

 

Sebetulnya menurut Pasal 3 UU No 46 Tahun 2009, Pengadilan Tipikor berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Namun faktanya, hingga saat ini Pengadilan Tipikor baru ada di setiap ibukota provinsi. Agar perintah ketentuan di atas dapat diimplementasikan maka diperlukan ratusan hakim dengan kekhususan Tipikor yang akan ditempatkan di setiap daerah hukum kabupaten/kota.

 

Hemat saya, ada beberapa kekhususan dari Pengadilan Tipikor yang patut diketahui, yaitu :

Pertama. Pengadilan Tipikor merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara :

a. tindak pidana korupsi,

b. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi, dan/atau

c. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

 

Kedua. Hakim yang  memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tipikor terdiri dari  Hakim Karir dan Hakim Ad Hoc, baik pada tingkat Pengadilan Tipikor, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung. Salah satu persyaratan bagi hakim karir agar dapat ditetapkan sebagai hakim tipikor adalah telah berpengalaman menjadi hakim dan menangani perkara pidana sekurang-kurangnya 10 tahun. Sedangkan untuk dapat diangkat sebagai Hakim Ad Hoc dengan Keputusan presiden, dipersyaratkan antara lain telah berpengalaman dibidang hukum minimal 15 tahun dan lulus seleksi yang diadakan oleh Mahkamah Agung.

 

Ketiga. Kekhususan lainnya dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah selain proses beracaranya mengacu pada Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana diatur dengan UU Nomor 8 Tahun 1981, juga ditentukan Hukum Acaranya tersendiri yang diatur dalam UU Nomor 46 Tahun 2009.

 

Dalam proses acara persidangan kasus korupsi, Majelis Hakim selalu terdiri dari Hakim Karir dan Hakim Ad Hoc. Komposisi majelis seperti ini berlaku baik pada pengadilan tingkat pertama (PN), tingkat banding (PT) maupun tingkat kasasi (MA). Komposisi ini adalah 3 (tiga) banding 2 (dua) dalam hal jumlah majelis 5 (lima) orang hakim, atau 2(dua) banding 1 (satu) dalam majelis hakim berjumlah 3 (tiga) orang.

 

Terkait penentuan hari sidang kasus korupsi ditentukan secara khusus, yaitu Ketua Pengadilan Tipikor harus menetapkan susunan majelis hakim paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan penyerahan berkas perkara. Dan, sidang pertama perkara tipikor tersebut wajib dilaksanakan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penetapan majelis hakim. Ini artinya, persidangan kasus korupsi mendapat prioritas.

 

Keempat. Selanjutnya perihal alat bukti, menentukan bahwa semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, termasuk alat bukti yang diperoleh dari hasil penyadapan harus diperoleh secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hakim menentukan sah tidaknya alat bukti yang diajukan di muka persidangan yang diajukan oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa.

 

Ketentuan di atas mengisyaratkan mulanya diakui hasil penyadapan sebagai alat bukti, yang sekarang teknologi penyadapan sudah semakin canggih. Perlu pula dikemukakan bahwa penyadapan sebagai alat bukti hanya dapat dilakukan terhadap seseorang apabila ada dugaan berdasarkan laporan telah dan/atau akan terjadi tindak pidana korupsi.

 

Terkait penyadapan, dalam pasal 12 UU Nomor 19 Tahun 2019, ditentukan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) berwenang melakukan penyadapan. Penyadapan ini baru dapat dilakukan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK dan penyadapan tersebut dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.

 

Kelima. Adanya ketentuan lamanya jangka waktu proses penyelesaian perkara korupsi juga merupakan hal khusus lainnya. Dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 32 UU No 46 Tahun 2009 ditentukan bahwa perkara tindak pidana korupsi diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama dalam waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai pengadilan tingkat pertama.

 

Pemeriksaan tingkat banding tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus dalam wakatu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Pengadilan Tinggi (PT). Sedangkan pemeriksaan pada tingkat kasasi tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung (MA).

 

Dalam hal putusan pengadilan dimintakan peninjauan kembali, pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung.

 

Keenam. Kekhususan lainnya adanya kepaniteraan khusus yaitu  Panitera Muda Tipikor yang melaksanakan tugas administrasi perkara Tipikor, berupa antara lain : memeriksa dan menelaah kelengkapan berkas perkara, melakukan registrasi perkara, melakukan distribusi perkara tipikor yang telah diregister untuk diteruskan kepada Ketua Majelis Hakim, melakukan penghitungan, penyiapan dan pengiriman penetapan penahanan, perpanjangan penahanan dan penangguhan penahanan, dan tugas-tugas lainnya.

 

Demikian catatan sederhana dari saya semoga bermanfaat.